Discuss Communication Studies In A Brief, Accurate And In-Depth From Reliable Source

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Selasa, 22 Mei 2018

Regulasi Korporasi Media Di Indonesia




Media terjadi karena ada yang namanya  konvergensi kepemilikan silang yang terjadi antara satu industri dengan industri lainnya. Satu perusahaan bisa memiliki industri televisi, suratkabar, radio, film, musik rekaman, telekomunikasi sebagai satu kesatuan.

Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini di lakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang di anggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture atau merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam sekala besar.

Di Indonesia, ada paparan aturan main atau kebijakan hukum (legal policy) seputar pemusatan kepemilikan dan penguasaan media penyiaran atau spirit anti monopoli dalam regulasi penyiaran. Aturan main tersebut tercantum dalam :

Undang-Undang (UU) Penyiaran No. 32 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor  50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta.

Dalam UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ayat 1, pasal 18 disebutkan bahwa: “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siar maupun beberapa wilayah siar, dibatasi”.

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah diatas telah menggambarkan setidaknya bahwa Indonesia mempunyai sistem regulasi dalam mengatur dan membatasi kepemilikan media massa, khususnya penyiaran agar tidak ada konglomerasi media yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konten media tersebut.penyiaran yang menggunakan ranah publik (public domain). Hal itu untuk menjamin adanya keragaman kepemilikan (diversity of ownership),keragaman isi (diversity of ownership), dan kebergaman pendapat di media (diversity of voice).

Setelah tahun 1998, banyak media yang melakukan konsolidasi guna membentuk konglomerasi media yang lebih besar.  Saat ini setidaknya ada empat  4 nama bos media yang boleh dibilang adu kuat di industri media yang sarat modal. Sebut saja Chairul Tanjung dengan PT Trans Corpora (Grup Para), Harry Tanoesoedibjo dengan PT Media Nusantara Citra (MNC Grup), Aburizal Bakrie dengan PT Bakrie Brothers (VIVA Group) serta Surya Paloh dengan Media Group. Berbagai media, mulai dari koran, majalah, radio, media on line, televisi, hingga televisi berlangganan ada di genggaman ke-empat orang ini.

Dari pengelompokkan konglomerasi media yang ada terlihatlah bahwa regulasi konglomerasi media penyiaran telah tercantum dalam UU maupun PP yang ada faktanya tidak terlaksa. Di Peraturan Pemerintah Nom. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta pada Paragraf Dua – Jasa Penyiaran Televisi – Pasal 32 telah jelas menyebutkan ketentuan batasan kepemilikan media, tapi lagi-lagi fakta di atas telah menjelaskan bahwa ternyata satu orang/ satu badan usaha yang ada memiliki hampir 100% saham di setiap media yang dimilikinya, dan tentunya masih dalam satu provinsi ini  menampilkan bahwa peraturan ini tak berlaku.

Maka dari itu, Regulasi yang ada seharusnya dilaksanakan dengan pengawasan. Jangan sampai regulasi yang ada hanya sebagai pajangan, harus di terapkan dan beri sanksi jika ada saksi tegas kepada yang melanggar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your Ad Spot

Halaman