Kajian fenomena komunikasi pada umumnya didominasi
oleh analisis sosial dan kultural. Analisis politik termasuk ke dalam analisis sosial
terhadap fenomena komunikasi. Elemen yang paling penting dalam proses
komunikasi politik adalah batas pemikiran antara komunikasi dan demokrasi. Ramlan
Surbakti dalam Nunung Prajarto (2004), komunikasi politik merupakan proses
penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari
masyarakat kepada pemerintah. Hal ini berangkat dari premis bahwa komunikasi
hanyalah alat untuk menyampaikan informasi politik.
Kehidupan
bernegara dan bermasyarakat terus berkembang dan mengangkut berbagai perubahan.
Perubahan yang menonjol adalah perbedaan tujuan komunikasi politik yang
disampaikan pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, pengertian komunikasi
politik perlu dielaborasi menjadi kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh
individu, komunitas, dan lembaga untuk mengatur perbuatan manusia dalam usaha
mewujudkan kebaikan bersama dalam sebuah negara atau pemerintahan.
Kebijakan
komunikasi berbeda dengan komunikasi politik. Kebijakan komunikasi dirumuskan
oleh parlemen. Kebijakan komunikasi merupakan studi mengenai keputusan dan
tindakan yang dilakukan pemerintah yang berkaitan dengan komunikasi. Terdapat
dua cara untuk menganalisis kebijakan publik, yaitu positive policy analysis dan normative
analysis. Cara pertama lebih tertuju kepada proses kebijakan bekerja. Cara
kedua, lebih tertuju kepada penilaian tentang apa yang seharusnya ada dalam
kebijakan.
Pembuatan
Kebijakan Publik oleh pemerintah mengikuti proses pembuatan kebijakan publik
yang umum, yaitu mulai dari identifikasi, formulasi, implementasi, dan kontrol.
Umpan balik dalam setiap langkah diperlukan karena proses ini merupakan siklus.
Pada tahap identifikasi biasanya dimulai dengan pengumpulan isu. Jika isu yang
terkumpul sesuai dengan realitas, maka ada harapan bahwa kebijakan komunikasi
yang kelak terbentuk, dapat merespon persoalan yang riil dihadapi masyarakat. Perumusan
kebijakan komunikasi, berangkat dari sistem komunikasi yang berlaku di sebuah
negara. Jika sistem komunikasi yang dianut mendorong terciptanya masyarakat
informasi, maka konteks perumusan kebijakan komunikasi adalah masyarakat informasi.
Kebijakan komunikasi harus menjamin semua pembentukan masyarakat informasi
terakomodasi olehnya, serta dapat mengantisipasi perubahan sosial dalam
rumusannya.
Ada
beberapa perspektif hubungan negara dan masyarakat, yaitu negara tidak netral
dengan dirinya sendiri dan sering kali bahwa kepentingannya sangat
berkoinsidensi. Oleh karena itu, negara selain mencerminkan formasi sosial yang
ada, juga sekaligus mereproduksinya. Kemudian sistem dan formasi sosial yang ada
di Indonesia bersifat kapitalistik, meskipun negara periferal atau pinggiran,
maka sifat negara menjadi dependen dan tidak otonom apabila berhadapan dengan
kekuatan dan kepentingan kapitalis internasional atau sistem kapitalis itu sendiri.
Dari beberapa perspektif hubungan negara
dan masyarakat yang dapat dikaitkan dengan pers bahwa terdapat dua catatan yang
perlu dikemukakan sebagai konsekuensi dari penempatan pers dalam konteks hubungan
negara dan masyarakat. Pertama, pers dilihat sebagai mediasi dari berbagai
kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang berinteraksi. Dalam hal ini pers
digunakan untuk melihat sebuah dinamika yang terjadi antara hubungan negara dan
kekuatan-kekuatan politik masyarakat. Kedua, pers juga sebagai salah satu
bagian kekuatan sosial-politik dari berbagai kekuatan sosial, politik, dan
ekonomi. Pers menempatkan diri sebagai kekuatan sosial-politik masyarakat dan
tidak menutup kemungkinan bahwa pers menjadi salah satu kekuatan negara.
Jika menyematkan pers sebagai
mediasi dalam konteks dinamika hubungan negara dan masyarakat, maka ada dua
proposisi utama yang menempati dua kutub yang saling bertentangan dalam melihat
isi dan orientasi pers. Proposisi pertama, jika negara menempati posisi
dominasi, berarti masyarakat dalam posisi sub-ordinasi, maka pers lebih
cenderung berorientasi ke negara. Proposisi kedua, jika masyarakat pada posisi mendominasi,
berarti negara dalam posisi sub-ordinasi, maka pers lebih berorientasi pada
masyarakat.
Kebijakan komunikasi ini membahas mengenai
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan juga berkaitan dengan lilu komunikasi
dan menganalisisnya serta menyimpulkan mengenai kebijakan tersebut. Ada dua
cara yang biasanya dipergunakan untuk menganalisis sebuah kebijakan publik.
Kedua cara tersebut adalah positive
policy analysis dan satu lagi adalah normative
analysis. Positive policy analysis merupakan
proses analisis yang berfokus kepada bagaimana implementasi dari kebijakan
publik tersebut. Sementara cara analisis yang kedua adalah normative analysis ini lebih berfokus kepada apa yang kurang dan
harus ditambahkan dari kebijakan publik tersebut.
Cara
pembuatan kebijakan komunikasi sama dengan membuat kebijakan publik pada
umumnya. Proses-proses yang terjadi dalam proses pembuatan ini adalah
identifikasi, formulasi, implementasi, dan kontrol. Proses identifikasi adalah
sebuah proses dimana pemerintah mengumpulkan isu-isu yang beredar karena
pembuatan kebijakan ditujukan untuk memecahkan permasalahan atau persoalan yang
ada di masyarakat. Setelah isu-isu mengenai permasalahan yang ada di masyarakat
terkumpul lalu dicarilah pemecahan permasalahan yang paling tepat dan efektif.
Proses memilih pemecahan masalah ini disebut dengan tahap formulasi. Setelah
tahap formulasi selesai maka kebijakan-kebijakan yang sudah disepakati bersama
oleh pemerintah akan di implementasikan kepada masyarakat. Jika kebijakan
tersebut telah di implementasikan kepada masyarakat maka pemerintah akan
melakukan kontrol. Proses kontrol ini merupakan proses menilai apakah kebijakan
yang sudah di implementasikan ini dapat menjadi pemecahan masalah yang ada di
masyarakat atau tidak.
Daftar
Pustaka
Abrar, A.N. (2004). ”Memberi Perspektif pada Ilmu
Komunikasi” dalam Nanang Prajarto (Editor), Komunikasi,
Negara dan Masyarakat, FISIPOL UGM Yogyakarta.
Abar, A.Z.Kisah
Pers Indonesia 1966-1974, Bab I (hlm. 21-44)
Author :
Nada Nusa Parenta
Gabriela Arnetta Ng
Albertus Agung Fandy Salama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar