Discuss Communication Studies In A Brief, Accurate And In-Depth From Reliable Source

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Jumat, 29 Maret 2019

KEBIJAKAN KOMUNKASI PASCA PROKLAMASI

A. SEJARAH PERS

Pada bulan agustus, para karyawan yang bekerja di kantor percetakan Djatinegara Inatsu Kojo (dulunya bernama midrukkerij, milik belanda sebelum diambil alih jepang) berhasil mengambil alih perusahaan dan mengibarkan bendera merah putih sejak saat itu. Kemudian perusahaan itu diserahkan kepada Pemeringah Republik Indonesia dan namanya diganti menjadi Percetakan Republik Indonesia. Selain Djatinegara Inatsu Kojo, perusahaan percetakan lain yang masih dikuasai Jepang juga diambil alih. Salah satunya adalah percetakan di Yogyakarta (yang dulunya bernama Drukkerij Kolff Buningmilik belanda) yang kemudian bernama percetakan negara. Kemudian percetakan ini mencetak surat kabar, majalah, brosur, dan lain-lain untuk memberi penerangan seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia tentang perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan negaranya dan mempertahankannya dari serangan tentara belanda.
Hal ini ditujukan agar masyarakat Indonesia tidak hanya mengerti akan tujuan tindakan dan usaha pemerintah yang sedang atau akan dilakukan, tetapi juga agar rakyat memberi dukungan dan partisipasi. Tentang tindakan politik yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah, kementrian penerangan sudah mempersiapkan tokoh-tokoh pemerintahan seperti menteri luar negeri, pertahanan dan keamanan untuk mencari atau memperoleh informasi.
Ketika sekutu menduduki Indonesia lagi, percetakan tetap memerankan perannya dengan memberi tahu agar bandung ditinggalkan oleh orang Indonesia yang bersenjata dengan menerbitkan berita pada 23 maret 1946. Mereka juga menyebarkan poster dan selebaran di medan pertempuran untuk membangkitkan semangat perjuangan. Dengan menggunakan alat yang sudah berusia 20tahun lebih dan peralatan penyebaran seadanya, para penerbit tetap tidak menyerah dalam melaksanakan tugasnya dan tetap menyebarkan informasi kepada para pejuang bangsa Indonesia agar bisa mempertahankan kemerdekaannya. Walaupun terkadang harus membahayakan nyawa karena harus berjalan kaki dalam menyebarkan selebaran yang sebenarnya rawan tertangkap oleh musuh. Publikasi yang dilakukan juga tidak hanya melulu tentang perjuangan bangsa, tetapi juga pendidikan.
Dengan minimnya pendidikan pada masa penjajahan, para penerbit juga memasukkan konten pendidikan di dalam majalah darurat yang mereka terbitkan agar masyarakat dapat menanamkan pengertian dan memperdalam kesadaran nasional dan kesadaran hidup bernegara yang waktu itu masih menjadi hal yang baru.
– Pers Daerah Kalimantan Sesudah Tahun 1945
Surat kabar yang berkembang di Kalimantan Selatan beberapa terdapat di Perpustakaan Nasional, Jakarta dan Perpustakaan Islam di Yogyakarta. Sesudah Jepang menyerah tanpa syarat kepada negara Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, terjadilah kekosongan kekuatan di daerah Kalimantan Selatan. Faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut adalah :
1. Berbeda dengan keadaan di Jawa dan Sumatra, di mana kesatuan Pembela Tanah Air (PETA) dan organisasi militer para pemuda memegang peranan penting dalam mengambil kekuasaan dari Jepang. Sedangkan keadaan di Kalimantan Selatan dapat memberi peluang kepada Belanda untuk mendapatkan kembali kekuasaannya setelah pendudukan Jepang.
2. Jumlah penduduk di Kalimantan Selatan relatif sedikit jika dibandingkan dengan daerah lain serta sebagian besar dari pemimpin-pemimpin nasionalis di sana dibunuh oleh Jepang.
3. Tidak ada media massa yang mengusung unsur nasionalis di Kalimantan Selatan saat pendudukan Jepang, karena harian satu-satunya yang mendapat ijin terbit oleh Jepang adalah Borneo Shimbun dengan sumber beritanya berasal dari kantor berita Domei. Oleh karena itu, terlihat sangat berbeda dengan daerah Jawa dan Sumatra di mana surat kabar masih memberikan corak nasionalnya.
Situasi di Kalimantan Selatan saat itu memberikan peluang bagi Belanda untuk kembali mengatur pemerintahan. Dalam waktu singkat, Belanda mampu menyusun kembali alat pemerintahannya dengan bantuan militer. Dalam bidang media massa, hal tersebut merupakan yang paling penting dalam menanam kembali kekuasaan. Oleh karena itu, Belanda menerbitkan harian Soeara Kalimantan sebagai pengganti Borneo Shimbun dengan mengambil alih segala fasilitas dari surat kabar tersebut.
a. Surat Kabar dan Majalah Non-Kooperatif (Periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949)
1. Majalah “Republik”
Terbit pada 17 Agustus 1946 sebagai majalah non kooperatif pertama di Kalimantan Selatan. Majalah ini memperjuangan Kalimantan Selatan agar tetap menjadi wilayah negara RI dan menentang tegas politik Belanda untuk mendirikan negara Kalimantan. Majalah ini hanya terbit sekitar 2,5 tahun dan terpaksa dihentikan karena pemimpin redaksi yaitu Zafry Zamzam ditangkap Belanda pada Agresi Militer Belanda II.
2. Harian “Kalimantan Berjoang”
Surat kabar ini dikenal dengan Ka-Be, berhaluan nasionalis karena dari awal hingga akhir, harian ini tetap mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Harian ini mulai terbit tanggal 1 Oktober 1946. Latar belakang terbitnya Ka-Be adalah mengingat perjuangan bangsa untuk merdeka sedang semangat-semangatnya, maka dari itu diperlukan forum untuk menyebarluaskan cita-cita bangsa baik berupa surat kabar atau majalah. Alasan yang lain adalah media propaganda Belanda melalui Suara Kalimantan perlu diimbangi oleh harian nasional. Penyebarluasan Suara Kalimantan menjadi kenyataan dengan penyebaran ke luar negeri dan tidak hanya di Indonesia saja.
3. Harian “Terompet Rakjat”
Harian ini terbit pada 2 Desember 1946 dengan tulisannya yang berhubungan dengan pertahanan Republik Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 1948, harian ini dihentikan menjelang aksi Militer Belanda II karena pers di bredel oleh pihak penguasa.
b. Surat Kabar dan Majalah Kooperatif (Periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949)
1. “Soeara Kalimantan”
Harian ini diterbitkan oleh penguasa Belanda di tahun 1945 yang sebelumnya bernama Borneo Shimbun ketika pendudukan Jepang. Harian ini juga tidak menentang tindakan pemerintah Belanda, namun harian ini cenderung mendukung pendirian negara Indonesia atas dasar kerjasama dengan Belanda. Selain memuat berita kota, harian ini juga memuat berita daerah dan nasional sekaligus berita dalam negeri yang sering menyangkut hubungan Belanda yang sering menjadi topik. Berita juga sering kali disinggung hubungan selanjutnya dengan Belanda atau gambaran Indonesia di luar negeri.
c. Surat Kabar dan Majalah Kooperatif (Periode Sebelum Perang Dunia II)
1.Harian “Bintang Borneo”
Harian ini didirikan pada tahun 1952. Harian ini cenderung condong berkooperasi dengan Belanda. Selain itu, surat kabar ini juga menyuarakan hak antara bangsa Tionghoa dan bangsa Eropa. Dalam tahun 1926, harian ini banyak mengupas masalah luar negeri daripada masalah dalam negeri. Namun pada tahun 1927, harian ini mulai mengamati masalah yang ada di dalam negeri dengan membedakan antara rubrik dalam negeri dan rubrik luar negeri. Dari sini juga mulai dikenalkan nama Indonesia dengan memuat artikel mengenai perjuangan Indonesia.
2. Surat Kabar “Sit Po”
Surat kabar ini terbit tahun 1939. Mengenai masalah luar negeri, surat kabar ini berorientasi memperjuangkan kepentingan Tiongkok seperti contohnya mendukung peperangan dengan Jepang. Selain itu juga, membahas kepentingan perdagangan dengan negara lain. Sit Po menggunakan kantor berita ANETA sebagai sumber informasi berita dari luar negeri.
d. Surat Kabar dan Majalan Non-Kooperatif (Periode sebelum Perang Dunia II)
1. Surat Kabar “Soeara Kalimantan”
Harian ini terbit pada 1 April 1930 yang cenderung bercorak nasionalis dan berusaha memperjuangkan kepentingan Islam.
e. Surat Kabar dan Majalah Sesudah Penyerahan Kedaulatan
1. “Indonesia Merdeka”
Terbitnya harian ini pada tanggal 4 Oktober 1945 dengan semboyan “Bebas dari pengaruh kepartaian”. Pada harian ini tidak menyetujui adanya partai kecil antara mereka hingga menjadi partai besar.
2. Harian “Indonesia Berdjoang”
Tujuan surat kabar ini sangat jelas, selain condong mengikuti Partai Sosialis Indonesia, surat kabar ini juga berorientasi membantu islam dan menolak PKI. Selain itu juga, surat kabar ini menolak sistem federalisme untuk Indonesia, tetapi di samping itu memperingatkan bahwa Persatuan Indonesia harus dibangun atas dasar penghormatan kesatuan hidup yang ada.


 Daftar pustaka :

Proyek Penelitian dan Penembangan Penerangan, Deppen dan Fakultas Sastra
Universitas UGM,1982/1983. Sejarah Departemen Penerangan RI. (hlm. 31-62




Author : 
Nada Nusa Parenta
Gabriela Arnetta Ng
Albertus Agung Fandy Salama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your Ad Spot

Halaman